Wasis Wiseso Pamungkas, S PT
Peneliti kebijakan publik, Indekstat Indonesia
wasiswisesop@indekstat.com
Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (PERPPU) nomor 2 tahun 2020, tentang perubahan ketiga atas UU Nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2014, tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan walikota menjadi undang-undang. PERPPU penundaan Pilkada serentak 2020 ini ditandatangani Presiden Jokowi pada Senin (4/5) kemarin.
PERPPU nomor 2 tahun 2020 menjelaskan bahwa apabila mempermudah wilayah pemilihan atau seluruh wilayah pemilihan terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, bencana non-alam, atau gangguan lain yang mengakibatkan mempermudah tahapan pemilihan serentak tidak dapat dilaksanakan, sebagai gantinya dilakukan setelah penetapan penundaan dengan keputusan KPU.
Namun Pilkada serentak di tengah masa pandemi dan ini cukup banyak titik rawan terjadinya kecurangan-kecurangan. Sebagaimana diketahui bersama paling tidak ada sekitar 200-an dari 270 daerah kabupaten/kota yang akan melaksanakan Pilkada pada bulan Desember, kepala daerahnya berpeluang maju sebagai calon petahana.
Titik rawan ada di PERPPU No 1 tahun 2020 tentang kebijakan keuangan negara untuk menghadapi covid-19. Banyak kalangan yang menilai bahwa PERPPU ini membuka celah lebar penyalahgunaan anggaran oleh kepala-kepala daerah. Aturan dalam PERPPU No 1 tahun 2020 itu sangat berpotensi merubah wajah Indonesia dari negara hukum menjadi negara kekuasaan. Hal itu ditandai dengan hilangnya hak-hak masyarakat dalam melakukan kontrol sosial terhadap seluruh kebijakan pemerintah yang didasarkan pada PERPPU tersebut.
Baca lebih lengkap Pasal